Pages

Rabu, 13 April 2016

Perjalanan Cita - Citaku

Cita -cita?
Adakah orang di dunia ini yang tak memiliki cita - cita?
Jika iya, dapatkah memberikan satu alasan kenapa kau tak memilikinya. Bukankah bercita- cita itu mudah. Mewujudkan cita- citalah yang sulit. Kali ini diwaktu luangku setelah UN yang berlangsung satu minggu yang lalu, dua kata yang diulang tersebut kembali mengembara dipikiranku. Mampukah aku mewujudkannya.
Dulu aku pernah mempunyai cita - cita yang menurutku itu indah. Dulu sempat berangan-angan menjadi seorang chef di mana di sela- sela kegiatanku menjadi chef aku ingin menjadi penulis. Ya, penulis yang mampu melahirkan buku- buku yang memotivasi orang lain. Meski ku tau itu tidak mudah. Kadang aku berfikir, Bagaimana mungkin aku mampu memotivasi orang lain, sedangkan diriku sendiri saja seseorang yang mudah putus asa dan tak jarang sebagian orang mengatakan aku pendiam.
Menjadi seorang chef? Ya keinginan tersebut muncul sejak aku berusia 11 tahun. Saat itu aku hobi sekali menonton acara- acara masak di tv. Membaca resep di majalah, koran dan media lainnya. Satu chef yang dulu menginspirasiku. Pasti tau kan chef cantik Farah Quen. Ya, dialah yang dulu menginspirasiku. Setiap ia mengisi program acara masak di tv, dengan berbekal pulpen dan kertas aku mencatat setiap resep makanan yang di buatnya. Seusia itu, dulu memang internet belum familiar dalam diri saya. Tidak seperti sekarang, tentu mudah unuk mendapatkan resep yang kita inginkan. Lalu dalam waktu senggang saya mencoba resep yang saya dapatkan. Tentu saya memilih makanan yang bahannya mudah di dapat dan sesuai dengan uang yang saya miliki.

Pernah sekali aku melakukan tindakan bodoh yang jika bukan karena Allah aku tak akan seperti saat ini. Waktu itu, kira-kira pukul 13.00 (kalo ingat kok mau maunya jam segitu di dapur) saya dan sepupu saya ingin mencoba resep baru. Saya lupa makanan apa yang dulu saya buat, yang pasti makanannya digoreng. Setelah selesai menggoreng karena tidak sabar ingin mencicipi rasa masakan, saya dan sepupu saya langsung nangkring di depan tv sambil menikmati hidangan yang baru saja dibuat sendiri. Kurang lebih satu jam kemudian, saya mencium aroma gosong, semacam anjing pelacak hidung saya dan sepupu saya mengendus-endus asal bau tersebut. Saat itu juga kami berteriak ketakutan. Wajan di atas kompor yang tadi saya pakai penuh kobaran api ,alat - alat masak yang tadinya saya dan sepupu saya pakai sudah tergeletak tak berdaya di lantai dan membara. Saat itu saya melihat api di kompor masih menyala, lalu segera saya matikan dan Kami segera mengambil air dan menyiramkannya. Syukurlah api padam dan belum menjalar ke tempat lain. (Malu - maluin)(amanat: buat adek- adek jangan suka main api disiang hari, matikan kompor sebelum kompor mematikan anda.hha)
O iya kelas waktu 3 smp dalam acara lomba masak peringatan hari Idul Adha kelompok saya dapat peringkat 1. Senang kan pastinya. Kelompok saya masak rendang. Anggotanya (sekalian kenalan sama teman-teman saya Adifa,Arif,Assiyamu, Diva, Ghandhi, Isti, Nobel, Oki, Raditya,Sony, Me, and Yulfi. Seru dah. Sayang tak ada foto nya. :(

Ingin jadi penulis.
Dari SD pun saya sudah hobi nulis. Waktu kelas 6 sd tiap sore pasti saya menghasilkan 1 buah puisi. Yah, kalau dibaca saat ini bikin ketawa-ketawa sendiri. Isi puisinya pasti cuma tentang oh melati , oh mawar, oh kucing.
Hobi tersebut kembali muncul kurang lebih 5 tahun yang lalu. Berawal dari hobi nulis diary yang secara blak blakan ngungkapin apa yamg aku rasakan. Sampai akhirnya kapok yang namanya nulis diary. Kenapa? Kakak saya satu- satunya, super jail dan diam-diam membacanya. Yang sampai saat ini udah semester 2 kalau ditanya apa isinya dia masih bakal inget dari awal sampai akhir. Materi sekolah segitu banyaknya kok kagak mengantikan ingatan tentang isi diari gua sih (lebay). Kapok yang saya maksud bukan kapok menulis lho ya, saya tetap menulis diary, tapi dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Saya mencurahkan isi hati saya dalam bentuk puisi. Dengan menulis perasaan saya akan terasa lega.

Kelas 2 smp kalau tidak salah, ada tugas menulis puisi. Binggung mikir mau bikin puisi apa, sekali ngasih tugas langsung 3 puisi. Setelah setumpuk kertas terhabiskan, jadilah ketiga puisi yang ibu guru minta.
Saya masih ingat dulu, tau-taunya setiap siswa harus membacakan 1 puisi di depan kelas. Berhubung absensi saya terakhir, deg-degan juga deh saya. Puisi karya teman - teman bikin saya gak pd dengan karya saya, mereka membawakannya dengan baik. Hingga tiba giliran saya, mau tau apa yang saya rasakan saat itu? Darah saya terasa mengalir begitu cepat,keringat bercucuran, dan terdengar suara dag dig dug. Yang saya lakukan pertama kali sesampainya di depan adalah menatap teman-teman ( dalam hati alhamdulilah mereka tidak memperhatikan).
Lalu ku bacakan judul puisi karya saya " Gerimis Tangis Yogyakarta" lalu saya kembali menatap teman - teman, kali ini tiba- tiba mereka memperhatikanku (kalian tau enggak? Gue lebih seneng lo pada kagak nyimak puisi yang gue baca).
Dengan menahan diri supaya saya tidak gemeteran saya melanjutkan puisi yang saya baca. Tak terasa saya sudah di baris akhir puisi tersebut. Seketika keadaan saya kembali normal ketika teman-teman saya memberikan tepuk tangan untuk saya. Itu pertama kalinya karya saya di dengar orang lain. Dan alhamdulillah Guruku menyukainya.
Acara porsenitas smp dulu saya pernah sekali mengikuti lomba menulis cerpen. Alhamdulilah peringkat 1 dan dapet hadiah buku latihan UN. Nggak nyangka aja. Padahal cuma iseng daripada dapet hukuman tidak ada perwakilan kelas.

Pengen jadi motivator?
Pengen. Masih? Iya.
Keinginan ini muncul sejak kelas 3 smp. Waktu itu lagi cinta-cintanya lagu reggae. Sebenernya dulu udah suka, cuman baru satu dua lagu. Paling suka lag serenade.
Yang seingat saya liriknya "kenapa harus takut pada matahari rentangkan tangan dan halau setiap panasnya, kenapa harus takut pada malam hari, nyalakan api dalam hati usir segala kelamnya".
Dengerin lagu reggae itu beda, nggak bikin galau, netral, tidak banyak cinta-cintaan. Dan kebanyakan isinya positif.

Kalau dipikir-pikir banyak amat ya cita-cita saya? No Problem, banyak bermimpi itu kan penting. Dengan mimpi kita yang menggunung maka kita akan berjalan bersama yang namanya usaha dan diiringi doa. Bukankah begitu?

Sampai saat ini saya belum pernah bercita-cita untuk menjadi orang di depan layar, tampil di depan orang banyak. Kenapa? Gua kagak sanggup. Daaaa

Tunggu, ceritaku di blog selanjutnya. No Pain No Gain




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text