Pages

Senin, 07 Agustus 2017

Rentetan Tanya Dalam Hidup ~ Part 3

Sepulang sekolah ku jalan kan rutinitasku seperti biasanya. Tiba tiba mataku tergoda untuk melihat lipatan kertas putih yang berada di gudang. Ku ambil lalu kubuka lipatan kertas itu.
“aku kah ini ?” tanyaku pada diri sendiri dengan mata yang berkaca – kaca. “Sepolos ini kah aku dahulu? Aku rindu kisah dahulu, hidup tanpa berfikir apa yang akan terjadi esok, tak peduli dengan  segala kejamnya dunia yang akan terjadi, bahkan mungkin aku tak akan hidup dalam tanda tanya seperti ini.” Aku terus menanggis , hingga senja pun datang menghampiri. Ingin kucurahkan segala tanya yang ada dalam hidupku. Aku tak mengerti , sampai kapan aku akan terus seperti ini. Terkadang aku iri, melihat yang lain bahagia. Bersanding dengan ayah , ibu. Sedangkan aku ? Memiliki ayah dan ibu yang tak bersanding dengan ku. Aku tak pernah melihat sosok ayah, ia telah pergi untuk selamanya meninggalkanku sendiri bersamaan dengan kakak laki – laki ku yang belum pernah ku lihat wajahnya, bahkan sekedar melihat di foto pun aku tak pernah. Sedangkan ibu, ialah satu – satunya orang yang paling aku cintai, tapi beliau tak pernah menunjukkan rasa sayangnya sedikitpun terhadapku, meski tinggal dalam satu atap kini kami bagaikan tinggal di lain benua tanpa ada alat komunikasi. Aku ingin merasakan canda tawa dalam keluarga, aku rindu belaian ibu saat aku menanggis merengek sewaktu kecil, aku rindu pelukan mereka saat aku merasa kedinginan. Ingin ku ulang kembali masa – masa itu, masa – masa indah bersama mereka. Bahkan aku rela tak merasakan indahnya masa remaja. Masa yang katanya paling menyenangkan, masa- masa emas yang hanya dapat dirasakan seumur hidup, namun tidak bagiku.
“Sudahlah ica, percuma kau menanggis, merengek seperti anak kecil. Terima kenyataan.”kata hatiku memenangkanku “Tapi apa salahku? Mengapa aku harus seperti ini ? bahkan kehadiranku di sini tak pernah ada yang menginginkan. Kini aku pun tak dianggap. Sehina apakah aku? Sampai orang - orang tak mempedulikanku ?” aku tersimpuh, tak mampu menahan pertanyaan -  pertanyaan itu.
Aku tau aku memang masih terlalu manja untuk menghadapi semua ini. Bahkan aku tak pernah mengerti akan semua ini. Aku berusaha bangkit dan keluar dari gudang dan  segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan air mataku, aku tak ingin terlihat cengeng. Sebenarnya aku tak perlu takut akan ada yang melihat ku menangis, karna memang tak kan ada yang memperhatikanku . Lagi pula jika ada yang tau aku menangis tetap tak kan ada yang mempedulikanku. Mungkin justru akan mentertawakanku. Sesampainya di kamar tak sengaja aku melihat kalender yang tertempel di dinding kamarku.
“ 12 September, dua hari lagi ibuku ulang tahun. Apa yang akan kulakukan ?” tanyaku dalam hati. “Kado apa yang pantas aku berikan untuk ibuku ? ” aku termenung memikirkan kado apa yang akan aku berikan kepada ibuku. Aku fikir gamis adalah pilihan yang tepat , dan aku rasa tabungan ku cukup untuk membeli gamis dan bahan untuk membuatkan kue ulang tahun ibuku .
Segera ku buka tabunganku yang berada dalam celengan ayam yang sudah satu semester ku kumpulkan dari hasil jerih payahku sendiri. Mataku berbinar – binar melihat lembaran – lembaran uang kertas yang kini berserakan di lantai kamarku. Segera ku hitung uang yang berada di depanku. Aku tersenyum puas melihat hasil hitunganku.

“ 455 ribu, ini lebih dari cukup ,untuk sebuah baju gamis ,kue ulang tahun dan mungkin aku masih mampu membeli novel kesukaanku.” Aku segera membayangkan apa yang akan kulakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text